Revolusi Pembayaran Digital, Antara Peluang dan Ancaman Keamanan Siber di Era Fintech

pembayaran digital

Table of Contents

Perkembangan pesat teknologi keuangan (Fintech) telah merevolusi sistem pembayaran di Indonesia karena memudahkan konsumen dan pelaku bisnis.

Namun, di balik gemerlap inovasi ini, tersembunyi ancaman serius kejahatan siber yang mengintai.

Seperti yang diungkapkan oleh Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Hayam Wuruk Perbanas, Suluh Rahardjo, Fintech telah mengubah lanskap sistem pembayaran secara fundamental.

 “Dalam dekade terakhir, teknologi FinTech telah berkembang pesat dengan berbagai inovasi yang mengubah sistem pembayaran konvensional,” jelasnya, seperti dikutip Bisnis.com.

Inovasi-inovasi tersebut meliputi dompet digital (GoPay, OVO, Dana), pembayaran berbasis QR code, cryptocurrency dan blockchain, serta pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) untuk mendeteksi penipuan.

Suluh juga menyebutkan efisiensi dan kecepatan transaksi, aksesibilitas bagi masyarakat yang sebelumnya tidak terjangkau layanan perbankan (unbanked), keamanan berkat teknologi enkripsi dan otentikasi dua faktor, serta biaya transaksi yang lebih rendah.

Namun, seiring dengan kemudahan ini, digitalisasi sistem pembayaran juga membuka celah baru bagi kejahatan siber. 

Data Bank Indonesia (BI) yang diterima Tempo pada 1 Agustus 2021, menyoroti berbagai tantangan yang muncul, termasuk kejahatan siber dan fraud, rendahnya literasi digital, perlindungan data pribadi dan etika digital, serta perlindungan konsumen.

Ancaman Kejahatan Siber dan Fraud

Data IMF yang dikutip BI menunjukkan peningkatan kasus kejahatan siber di Indonesia, dari 276 kasus pada 2020 menjadi 284 kasus pada 2024. 

Kerugian akibat kejahatan siber ini mencapai angka fantastis, yaitu US$ 5,41 miliar, atau sekitar Rp 81,15 triliun (dengan kurs Rp 15.000 per dolar AS). 

Angka ini menggarisbawahi dampak finansial yang sangat besar dan perlunya langkah-langkah mitigasi yang serius. 

Data dari Visa juga memperkuat kekhawatiran ini, menunjukkan transaksi online memiliki risiko penipuan 7,5 kali lipat dibandingkan transaksi offline.

Ekonom dan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menekankan pentingnya pengaturan dan pengawasan yang ketat. 

Ia menyoroti potensi celah dalam sistem QRIS yang dapat dimanfaatkan untuk penipuan, serta perlunya eKYC (electronic Know Your Customer) yang lebih ketat bagi merchant

“Dari sisi penerbit, pembayaran digital juga harus bersaing dalam meningkatkan mitigasi jika terjadi penipuan. Salah satu contohnya adalah menjamin adanya pengembalian saldo apabila terjadi scam yang terjadi karena sistem di perusahaan pembayaran tersebut,” tegas Nailul.

Selain kejahatan siber, rendahnya literasi digital juga menjadi tantangan besar. 

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2022 menunjukkan indeks literasi digital Indonesia hanya 3,54 dari skala 5. 

Rendahnya literasi ini membuat masyarakat rentan terhadap penipuan dan penyalahgunaan data pribadi.

Apalagi BI mencatat Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan kasus kebocoran data tertinggi di dunia, bersanding dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, India, China, dan Iran.

Pentingnya Perlindungan Konsumen

Bank Indonesia menekankan pentingnya penguatan perlindungan konsumen untuk membangun kepercayaan terhadap sistem pembayaran digital. 

Langkah-langkah yang diambil meliputi pendekatan Massive, Technology-Based, Responsive, Consumer-Centric, program edukasi dan literasi keuangan digital, serta penguatan sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak.

Melalui proyeksi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang mencapai 146 miliar dolar AS pada 2025, pembayaran digital pun diharapkan menjadi pendorong utama.

“Teknologi Fintech telah membawa perubahan dalam sistem pembayaran dengan menawarkan efisiensi, aksesibilitas, dan keamanan yang lebih baik. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, prospek masa depan teknologi ini tetap cerah dengan adanya inovasi baru dan peningkatan regulasi,” pungkas Suluh.

Share:

wpChatIcon
wpChatIcon