Coretax Bermasalah, DPR dan DJP Sepakati Penggunaan Dua Sistem Perpajakan

cover - penggunaan dua sistem perpajakan

Table of Contents

Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) yang baru diimplementasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sejak 1 Januari 2025, terus menuai masalah.

Gangguan yang kerap terjadi pada sistem baru ini memicu keluhan dari masyarakat, khususnya para wajib pajak. Menanggapi hal tersebut, Komisi XI DPR RI memanggil DJP untuk rapat dengar pendapat di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Senin (10/2/2025).

Rapat yang berlangsung tertutup atas permintaan Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, ini berjalan cukup alot selama kurang lebih 4,5 jam, mulai pukul 10.25 hingga 15.00 WIB. 

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menjelaskan keputusan rapat digelar tertutup diambil untuk menjaga kekondusifan mengingat isu perpajakan sangat strategis bagi penerimaan negara.

“Kita minta maaf kepada teman-teman, rapat ini kita buat tertutup karena permintaan dan disepakati bersama untuk menghindari kegaduhan-kegaduhan yang kita anggap tidak kondusif, tidak memberikan daya dukung yang kondusif karena pajak ini sangat strategis bagi penerimaan negara,” kata Misbakhun di Gedung DPR RI, Senin (10/2/2025), seperti dikutip dari Kompas.com.

Dalam rapat tersebut, DJP memaparkan setidaknya 10 poin laporan terkait implementasi Coretax, termasuk permasalahan fundamental yang bersifat teknis. 

Meskipun detail permasalahan tidak diungkapkan secara rinci, Komisi XI DPR RI menekankan agar masalah tersebut tidak sampai mengganggu penerimaan negara.

“Tapi itu adalah permasalahan teknikal. Makanya kami minta jangan sampai permasalahan-permasalahan itu mengganggu penerimaan pajak, penerimaan negara kita,” ujar Misbakhun.

Dua Sistem Berjalan Paralel: Coretax dan Sistem Lama

DPR dan DJP Sepakati Penggunaan Dua Sistem Perpajakan
Sumber: Bisnis.com

Setelah mendengarkan penjelasan DJP, Komisi XI DPR RI dan DJP Kemenkeu mencapai delapan poin kesepakatan. 

Poin utama dari kesepakatan tersebut adalah penggunaan dua sistem perpajakan, yaitu Coretax dan sistem lama, untuk melayani administrasi perpajakan masyarakat.

“Tadi kita menyimpulkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak agar memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama sebagai antisipasi dalam mitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak,” ujar Misbakhun.

Kesepakatan ini diambil sebagai langkah antisipasi agar upaya pemungutan pajak tidak terganggu oleh ketidaksempurnaan sistem Coretax.

Misbakhun menegaskan kesepakatan ini tidak bersifat memaksa, namun DJP harus menjamin sistem IT apapun yang digunakan tidak akan mempengaruhi target penerimaan pajak dalam APBN 2025.

Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, mengonfirmasi bahwa implementasi Coretax akan dilakukan secara paralel dengan sistem perpajakan lama. 

Fitur-fitur layanan yang sudah berjalan paralel, seperti pelaporan SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2025 melalui e-Filing di laman Pajak.go.id dan penggunaan aplikasi e-Faktur Desktop bagi wajib pajak tertentu, akan tetap dipertahankan.

“Jadi nanti yang dirasa perlu, kita menggunakan sistem yang lama. Jadi rolling out-nya Coretax tetap jalan, kalau misalnya dijumpai sesuatu yang harus kembali ke sistem lama, kami jalankan,” jelas Suryo, masih dikutip dari Kompas.com

Dengan demikian, wajib pajak diperbolehkan menggunakan sistem perpajakan lama jika mengalami kendala dalam menggunakan Coretax. “Jadi kita menggunakan dua sistem yang jalan terus ya. (Coretax) tetap jalan,” tegas Suryo.

Suryo menjelaskan lebih lanjut untuk pelaporan SPT Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dan Badan untuk tahun pajak 2024 dan sebelumnya, sistem lama masih akan digunakan. 

Namun, untuk SPT 2025 yang akan disampaikan pada 2026, serta pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baru dan PPh karyawan, akan menggunakan Coretax.

Roadmap dan Penyempurnaan Coretax

Selain kesepakatan penggunaan dua sistem, DJP juga diminta untuk menyiapkan peta jalan (roadmap) implementasi Coretax yang berbasis risiko rendah dan mempermudah pelayanan kepada wajib pajak. 

Suryo menyatakan DJP saat ini tengah menyusun roadmap tersebut. “Kami lagi susun nih, coba kami lihat kira-kira seperti apa mitigasi yang akan kami lakukan,” katanya.

Dalam rangka penyempurnaan Coretax, DJP juga diwajibkan memperkuat keamanan siber (cyber security) sistem tersebut dan melaporkan perkembangan penyempurnaannya secara berkala kepada Komisi XI DPR RI.

Kelonggaran bagi Wajib Pajak

Selama Coretax belum sempurna, Misbakhun menegaskan bahwa DJP harus memberikan kelonggaran bagi wajib pajak yang terkendala oleh gangguan sistem.

“Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tidak mengenakan sanksi terhadap Wajib Pajak yang diakibatkan oleh gangguan penerapan sistem Coretax pada tahun 2025,” ujar Misbakhun.

Tanggapan Pengamat

Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, dikutip dari Tempo.co, menilai Coretax memiliki potensi positif bagi penerimaan negara karena membantu pengawasan wajib pajak. 

Namun, ia juga mengakui sistem baru ini dapat mengganggu operasional perusahaan dari sisi keuangan, khususnya bagi perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) yang memproduksi barang dalam jumlah besar.

8 Poin Kesepakatan Komisi XI DPR dan DJP terkait Coretax

Berikut adalah rangkuman delapan poin kesepakatan antara Komisi XI DPR RI dan DJP terkait Coretax:

  1. Komisi XI DPR RI telah mendengarkan penjelasan dari Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tentang implementasi sistem Coretax.
  2. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan agar memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama, sebagai antisipasi dalam mitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak.
  3. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menjamin sistem IT apapun yang digunakan, tidak akan mempengaruhi upaya kolektivitas penerimaan pajak di APBN Tahun Anggaran 2025.
  4. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyiapkan roadmap implementasi Coretax berbasis risiko yang paling rendah dan mempermudah pelayanan terhadap Wajib Pajak.
  5. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tidak mengenakan sanksi terhadap Wajib Pajak yang diakibatkan oleh gangguan penerapan sistem Coretax pada tahun 2025.
  6. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam rangka penyempurnaan sistem Coretax wajib memperkuat Cyber Security.
  7. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan melaporkan perkembangan sistem Coretax kepada Komisi XI DPR RI secara berkala.
  8. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan menyampaikan jawaban tertulis atas pertanyaan dan tanggapan Pimpinan dan Anggota Komisi XI DPR RI paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

Keputusan untuk menjalankan dua sistem perpajakan ini diharapkan menjadi solusi sementara yang efektif untuk mengatasi masalah pada Coretax, sekaligus memastikan penerimaan negara tetap optimal. 

Pemerintah, dalam hal ini DJP, memiliki pekerjaan rumah besar untuk menyempurnakan Coretax agar dapat berjalan sesuai harapan dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak.

 

Share:

wpChatIcon
wpChatIcon