Komponen Perhitungan PPN 2025, Jangan Sampai Telat!

komponen perhitungan ppn 2025

Table of Contents

Anda mungkin sudah tahu, sejak 1 Januari 2025, PPN mengalami perubahan kenaikan untuk barang dan jasa mewah, dari 11% menjadi 12%.

Nah, berdasarkan aturan baru ini, Anda sebaiknya tahu komponen perhitungan PPN 2025 agar tidak salah bayar pajak.

Seperti Apa PPN 2025?

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pembelian barang atau jasa kena pajak.

Artinya, meskipun subjek PPN adalah perusahaan yang dikenakan wajib pajak badan, tapi tetap saja tarif tersebut dipungut dari konsumen yang membeli barang atau jasa.

Nah, mulai 1 Januari 2025, tarif PPN 11% naik menjadi 12%.

Namun, perlu digaris bawahi, tarif ini hanya berlaku untuk Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang tergolong barang mewah.

Perubahan kenaikan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13 Tahun 2024 (PMK 131/2024).

PMK 131/2024 mengatur tentang penyesuaian DPP agar nilai PPN terutang yang harus dibayar masyarakat tetap sama biarpun tarif PPN naik. 

Latar Belakang Kemunculan PPN 2025

Sejak diperkenalkan pada 1983, pemerintah Indonesia beberapa kali melakukan perubahan PPN.

Pada 2025, pemerintah kembali memberlakukan kebijakan baru terkait PPN, yaitu menaikkan tarifnya menjadi 12% khusus untuk barang dan jasa mewah.

Bisa dilihat dari tabel perubahan tarif PPN di Indonesia dari 2021 hingga 2025: 

Tahun

Tarif PPN

2021

10%

2022

11%
2023

11%

2024

11%

2025

12%

Sebagai perbandingan lain, dengan kenaikan tarif PPN menjadi 12%, Indonesia setara dengan Filipina dan masih lebih rendah dibandingkan dengan 13 negara ASEAN lainnya. 

Tax ratio Indonesia dengan PPN 11% adalah 10,4%, sementara Filipina dengan PPN 12% memiliki tax ratio 15,6%

Perubahan kenaikan ini bukan tanpa sebab.

Kondisi ekonomi Indonesia menjadi salah satu faktor pendorong di balik penerapan PPN 2025. 

Pemerintah berargumen kenaikan tarif PPN dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan negara dan menyelaraskan sistem perpajakan Indonesia dengan standar negara-negara OECD. 

Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2025 akan berada di kisaran 5,2% meski terdapat kenaikan PPN.

Peningkatan penerimaan negara ini diharapkan mampu membiayai program-program pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur dan program bantuan sosial, yang akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Namun, tentu ada pro dan kontra.

Sejumlah ahli ekonomi dan pajak memberikan pandangan kritis terhadap kebijakan ini. 

Mereka berpendapat kenaikan PPN berpotensi membebani masyarakat, terutama dalam situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dari berbagai tekanan. 

Ahli dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, dikutip dari CNBC Indonesia berpendapat walau inflasi mungkin tidak melonjak drastis karena kondisi ekonomi sedang lesu, pemerintah perlu memastikan kebijakan yang adil dan pro dunia usaha agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Berkaitan dengan ini, salah satu poin penting dalam implementasi PPN 2025 adalah strategi pemerintah dalam menyesuaikan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Melalui penyesuaian DPP, pemerintah berupaya menjaga agar nilai PPN yang harus dibayar masyarakat tetap sama.

Siapa Saja Wajib PPN 2025?

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pihak yang ditunjuk oleh pemerintah untuk memungut PPN. 

PKP memiliki kewajiban untuk memungut PPN dari konsumen untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Kriteria PKP, yakni:  

  • Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  • Pengusaha yang kegiatan usahanya di Indonesia sebagian atau seluruhnya meliputi:
    • Ekspor BKP dan/atau JKP.
    • Impor BKP.
    • Penyerahan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam wilayah Indonesia.
    • Memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam wilayah Indonesia.
    • Memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam wilayah Indonesia.

Selain PKP, ada juga pihak lain yang ditunjuk oleh Kementerian Keuangan sebagai wajib pungut PPN, seperti BUMN. 

Contohnya, dalam kasus Minyakita, BUMN Pangan ditunjuk sebagai pemungut PPN dari produsen.

Setelah memungut PPN, PKP wajib menyetorkan PPN yang telah dipungut tersebut ke kas negara melalui bank persepsi atau kantor pos. 

Selain itu, PKP juga wajib melaporkan PPN yang telah dipungut dan disetor dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). 

SPT Masa PPN adalah surat yang digunakan oleh PKP untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran PPN yang terutang. 

Pelaporan SPT Masa PPN ini dilakukan secara periodik.

Barang dan Jasa Kena Pajak dan Tidak Kena Pajak

Secara umum, semua barang dan jasa dikenakan PPN. 

Namun, terdapat beberapa jenis barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN. 

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.

Beberapa contoh barang dan jasa yang dikategorikan sebagai barang mewah dan dikenakan PPN 12%:

Barang mewah:  

  • Kendaraan bermotor (mobil dan sepeda motor) dengan kapasitas silinder tertentu dan harga jual di atas Rp600.000.000;
  • Kapal pesiar;
  • Pesawat terbang;
  • Helikopter;
  • Rumah dan apartemen mewah dengan harga jual di atas Rp5.000.000.000;
  • Perhiasan dari logam mulia dan batu mulia;
  • Barang seni dan antik;
  • Peralatan elektronik mewah seperti televisi layar datar berukuran besar, sistem audio high-end, dan kamera profesional;
  • Pakaian dan aksesoris mewah dari merek-merek ternama.

Jasa mewah:

  • Jasa penyewaan pesawat jet pribadi;
  • Jasa penyewaan kapal pesiar;
  • Jasa perawatan kecantikan dan kesehatan di salon dan klinik mewah;
  • Jasa konsultasi bisnis dan manajemen untuk perusahaan besar;
  • Jasa keanggotaan di klub golf eksklusif.

Sementara itu, yang tidak kena kenaikan pajak, yakni:

Barang tidak kena pajak:

  • Makanan dan minuman yang disajikan di restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya.
  • Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.
  • Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
  • Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
  • Barang yang merupakan objek Pajak Daerah.
  • Barang bekas.

Jasa tidak kena pajak:

  • Jasa pelayanan kesehatan medis.
  • Jasa pelayanan sosial.
  • Jasa pengiriman surat dengan perangko.
  • Jasa keuangan.
  • Jasa asuransi.
  • Jasa keagamaan.
  • Jasa pendidikan.
  • Jasa kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan.
  • Jasa penyiaran yang bukan bersifat iklan.
  • Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi angkutan umum.
  • Jasa tenaga kerja.

Komponen Perhitungan & Cara Menghitung PPN 2025

Komponen Perhitungan

Sebelum menghitung PPN, ketahui dulu komponen yang diperlukan:

  • Dasar Pengenaan Pajak (DPP): Harga dasar sebuah barang sebelum PPN ditambahkan. DPP ini bisa berupa harga jual, nilai impor, nilai ekspor, nilai penggantian, atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.  
  • Tarif PPN: Tarif PPN adalah persentase yang dikenakan atas DPP, yakni sebesar 12 persen pada barang dan jasa mewah, 11% untuk barang dan jasa lainnya, serta 0% untuk ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan ekspor JKP.
  • Pajak Masukan: PPN yang sudah Anda bayar ketika membeli barang atau jasa untuk keperluan usaha Anda. Nantinya, pajak masukan ini bisa Anda kurangi dari pajak keluaran
  • Pajak Keluaran: PPN yang dipungut dari pembeli ketika menjual barang atau jasa.

Cara Menghitung PPN 2025

  1. Hitung DPP berdasarkan jenis transaksi yang dilakukan.
  2. Kalikan DPP dengan tarif PPN (12% atau 11% atau 0%).
  3. Khusus untuk barang non-mewah, perhitungannya sedikit berbeda. Anda perlu mengalikan harga barang dengan (11/12) lalu dikalikan lagi dengan tarif PPN 12%.  
  4. Kurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

Rumus Perhitungan PPN:

PPN Terutang = (DPP x Tarif PPN) – Pajak Masukan

Contoh Perhitungan PPN untuk Berbagai Jenis Transaksi

1. Penjualan Barang Mewah

PT A menjual mobil mewah dengan harga Rp1.000.000.000.

  • DPP: Rp1.000.000.000
  • Tarif PPN: 12%
  • PPN: Rp1.000.000.000 x 12% = Rp120.000.000

2. Penjualan Barang Non-Mewah

PT B menjual komputer dengan harga Rp15.000.000.

  • DPP: Rp15.000.000
  • Tarif PPN: 11%
  • PPN: Rp15.000.000 x 11% = Rp1.650.000

3. Jasa Kena Pajak

PT C menyediakan jasa konsultan dengan nilai penggantian sebesar Rp50.000.000.

  • DPP: Rp50.000.000
  • Tarif PPN: 11%
  • PPN: Rp50.000.000 x 11% = Rp5.500.000

4. Impor Barang

PT D mengimpor mesin produksi dengan nilai impor sebesar US$100.000. Kurs tengah Bank Indonesia saat itu adalah Rp15.000 per US$.

  • Nilai Impor dalam Rupiah: US$100.000 x Rp15.000 = Rp1.500.000.000
  • DPP: Rp1.500.000.000 (diasumsikan tidak ada biaya lain yang ditambahkan)
  • Tarif PPN: 11% (jika mesin produksi bukan termasuk barang mewah)
  • PPN: Rp1.500.000.000 x 11% = Rp165.000.000

5. Restoran

Anda makan di restoran dengan tagihan Rp1.000.000.

  • Pajak Restoran: Rp1.000.000 x 10% = Rp100.000
  • Total Tagihan: Rp1.000.000 + Rp100.000 = Rp1.100.000

Risiko Salah Menghitung PPN 2025

Lalu, apa yang terjadi jika Anda salah menghitung PPN?

1. Saksi berupa denda

Beberapa contoh sanksi yang dikenakan, mencakup:

  • Keterlambatan Pembayaran PPN:
    • Denda sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang terutang, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran hingga tanggal pembayaran.  
  • Keterlambatan Penyampaian SPT Masa PPN:
    • Denda sebesar Rp500.000.  
  • Tidak Membuat Faktur Pajak:
    • Sanksi berupa Surat Tagihan Pajak (STP) dengan denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).  
    • PKP juga harus menyetorkan PPN yang terutang.
    • Kelebihan pembayaran pajak tidak dapat direstitusikan.  
  • Faktur Pajak Dibuat Terlambat:
    • Jika faktur pajak dibuat lebih dari 3 bulan dari seharusnya, faktur pajak dianggap tidak diterbitkan.  

Namun, ada kondisi yang dikecualikan dari denda.

Denda keterlambatan membayar PPN dan denda keterlambatan menyampaikan SPT Masa PPN tidak akan diberlakukan jika:  

  • Wajib pajak telah meninggal dunia.
  • Wajib pajak tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah tidak melakukan kegiatan usaha namun belum dibubarkan.
  • Wajib pajak mengalami bencana alam.
  • Keterlambatan disebabkan oleh gangguan pada sistem DJP.

2. Pemeriksaan pajak

Kesalahan perhitungan PPN, terutama jika terjadi karena kesalahan dalam mengompensasikan selisih lebih pajak atau kesalahan dalam menerapkan tarif PPN 0%, akan memicu pemeriksaan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

3. Kerugian finansial

Wajib pajak yang kurang bayar harus membayar kekurangan pajak beserta dendanya. 

Sebaliknya, wajib pajak yang lebih bayar harus melalui proses pemindahbukuan atau restitusi yang memakan waktu dan tenaga.

Konsultasikan Perhitungan Pajak Anda dengan TDC Digital!

Jangan sampai Anda salah memahami komponen perhitungan PPN 2025, ya! 

Tidak mau ‘kan sampai terkena sanksi dan memperburuk reputasi bisnis Anda?

Jika masih bingung atau ragu, konsultasikan saja ke konsultan pajak dari TDC Digital!

Kami memiliki konsultan pajak profesional yang siap membantu urusan perpajakan Anda. Lihat profil konsultan kami di laman konsultasi pajak TDC.

Layanan kami mencakup:

  • Konsultasi perpajakan;
  • Pembuatan NPWP Badan dan Pribadi;
  • Permohonan EFIN;
  • Pembuatan SPT Tahunan;
  • Pengukuhan PKP;
  • Jasa laporan keuangan;
  • Jasa laporan SPT Masa PPh dan PPN.

Mari selesaikan masalah perpajakan Anda dengan TDC Digital!

YUK, KONSULTASI PAJAK!

Email: consulting@tdcdigital.id

Share:

wpChatIcon
wpChatIcon