Sedang bingung menghitung PPh 21 karyawan?
Apa saja komponen perhitungan PPh 21 yang harus ada?
Apalagi sekarang sudah berlaku peraturan baru, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 yang menerapkan skema Tarif Efektif Rata-Rata (TER).
Untungnya, kami sudah membahas perhitungan terbaru di artikel ini! Simak selengkapnya, ya!
Apa Itu PPh 21?
Melansir pajak.go.id, Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
Singkatnya, PPh 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh pegawai atau pekerja di Indonesia.
Siapa Saja Wajib PPh 21?
Wajib PPh 21, atau lebih tepatnya Subjek Pajak PPh 21, adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dipotong PPh 21.
Beberapa kategori tersebut di antaranya:
1. Pegawai
Ada dua tipe pegawai, yakni pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/freelancer.
- Pegawai tetap: Pegawai yang menerima menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
- Pegawai tidak tetap/freelancer: Pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan, atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus
Orang pribadi yang menerima penghasilan berupa uang pesangon, uang pensiun, atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.
3. Bukan pegawai yang menerima penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa
Orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh 21/PPh 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Contoh dari kategori ini:
- Tenaga ahli, seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, dan aktuaris;
- Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, pemain drama, penari;
- Olahragawan;
- Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
- Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
- Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan
- Agen iklan;
- Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;
- Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama
5. Mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur
6. Peserta kegiatan yang menerima imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan
Antara lain:
- Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
- Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
- Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
- Peserta pendidikan dan pelatihan;
- Peserta kegiatan lainnya.
Komponen Perhitungan & Cara Menghitung PPh 21
Komponen Perhitungan PPh 21
Terdiri dari:
1. Penghasilan bruto
Maksudnya adalah total penghasilan yang diterima sebelum dikurangi biaya-biaya tertentu.
Penghasilan bruto mencakup:
- Gaji pokok;
- Tunjangan PPh;
- Tunjangan lainnya (uang lembur, uang makan, dan sebagainya);
- Honorarium dan imbalan lain sejenisnya;
- Premi asuransi atau iuran BPJS yang dibayarkan pemberi kerja;
- Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya;
- Uang pensiun;
- Tantiem, bonus, gratifikasi, jasa produksi, dan THR.
2. Pengurang penghasilan bruto
Mencakup:
- Biaya jabatan: Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp6.000.000 setahun atau Rp500.000 sebulan.
- Biaya pensiun: Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun. Besarnya 5% dari penghasilan bruto berupa pensiun, setinggi-tingginya Rp2.400.000 setahun atau Rp200.000 sebulan.
- Iuran Pensiun atau iuran THT/JHT yang dibayar pegawai.
- Zakat/sumbangan keagamaan yang bersifat wajib yang dibayarkan melalui pemberi kerja.
3. Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP diperoleh dari Penghasilan Neto (Penghasilan Bruto – Pengurang) dikurangi PTKP.
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
PTKP adalah batas penghasilan yang tidak dikenakan pajak. Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan status kawin dan jumlah tanggungan pegawai.
Berikut PTKP yang berlaku (Per Tahun):
- Rp54.000.000: Untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi.
- Rp4.500.000: Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
- Rp54.000.000: Untuk penghasilan istri yang digabung dengan penghasilan suami (jika istri bekerja dan penghasilannya digabung).
- Rp4.500.000: Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 1 3 orang untuk setiap keluarga.
5. Tarif PPh 21
Tarif PPh 21 menggunakan sistem progresif, artinya semakin besar penghasilan kena pajak, maka semakin besar pula tarif pajaknya.
Lapisan Tarif | Penghasilan Kena Pajak (Rp) | Tarif PPh 21 |
---|---|---|
I |
0 – 60 juta | 5% |
II |
60 – 250 juta | 15% |
III |
250 juta – 500 juta |
25% |
IV | 500 juta – 5 miliar |
30% |
V | Lebih dari 5 miliar |
35% |
7. Tarif Efektif Rata-rata (TER)
DJP juga menerapkan skema TER untuk pemotongan PPh 21. TER adalah tarif pajak yang dihitung berdasarkan penghasilan bruto bulanan.
TER terbagi menjadi dua kategori:
- TER Bulanan: Digunakan untuk pemotongan PPh 21 bulanan bagi pegawai tetap. TER Bulanan dikelompokkan berdasarkan status PTKP (TK/0, TK/1, TK/2, TK/3, K/0, K/1, K/2, K/3) dan rentang penghasilan bruto bulanan.
- TER Harian: Digunakan untuk pemotongan PPh 21 harian bagi pegawai tidak tetap. TER Harian ditetapkan dalam dua kategori, yaitu:
- Penghasilan Harian sampai dengan Rp450.000: 0%
- Penghasilan Harian di atas Rp450.000 sampai dengan Rp2.500.000: 0,5%
Anda disarankan menggunakan kalkulator Ortax untuk menghitung TER.
Cara Menghitung PPh 21
Kita ambil contoh penghitungan PPh 21 untuk pegawai tetap.
Contoh kasus:
Budi adalah seorang karyawan tetap di PT. ABC dengan gaji pokok Rp10.000.000 per bulan. Dia menerima tunjangan jabatan Rp1.000.000 dan tunjangan transportasi Rp500.000 per bulan. Budi membayar iuran pensiun sebesar Rp200.000 per bulan.
Status Budi adalah menikah dan memiliki 1 orang anak.
Begini cara menghitungnya:
Perhitungan PPh 21 Bulanan (Januari – November 2025)
1. Hitung Penghasilan Bruto Bulanan:
- Gaji Pokok: Rp10.000.000
- Tunjangan Jabatan: Rp1.000.000
- Tunjangan Transportasi: Rp500.000
Total Penghasilan Bruto: Rp11.500.000
2. Tentukan Kategori dan Tarif TER Bulanan:
- Status PTKP Budi: K/1 (Kawin dengan 1 tanggungan)
- Penghasilan Bruto: Rp11.500.000
Berdasarkan tabel TER Bulanan di Lampiran PP 58/2023, untuk status K/1 dan penghasilan bruto Rp11.500.000 masuk dalam Kategori A dengan tarif 6%.
3. Hitung PPh 21 Bulanan (Januari – November):
- PPh 21 = Penghasilan Bruto Bulanan x Tarif TER
- PPh 21 = Rp11.500.000 x 6% = Rp690.000
Jadi, PPh 21 yang dipotong dari gaji Budi setiap bulan dari Januari hingga November 2025 adalah Rp690.000.
Perhitungan PPh 21 Masa Pajak Terakhir (Desember 2025)
Pada bulan Desember, perlu dilakukan rekonsiliasi dengan menghitung kembali PPh 21 menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.
Caranya:
1. Hitung Penghasilan Bruto Setahun:
- Penghasilan Bruto Bulanan: Rp11.500.000
Penghasilan Bruto Setahun: Rp11.500.000 x 12 = Rp138.000.000
2. Hitung Pengurang Penghasilan Bruto Setahun:
- Biaya Jabatan: 5% x Rp138.000.000 = Rp6.900.000 (Karena melebihi Rp6.000.000, maka yang digunakan adalah maksimum Rp6.000.000 setahun)
- Iuran Pensiun: Rp200.000 x 12 = Rp2.400.000
Total Pengurang: Rp6.000.000 + Rp2.400.000 = Rp8.400.000
3. Hitung Penghasilan Neto Setahun:
Penghasilan Bruto Setahun – Pengurang = Rp138.000.000 – Rp8.400.000 = Rp129.600.000
4. Hitung PTKP:
- Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi: Rp54.000.000
- Tambahan karena menikah: Rp4.500.000
- Tambahan untuk 1 tanggungan: Rp4.500.000
Total PTKP: Rp63.000.000
5. Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP):
Penghasilan Neto Setahun – PTKP = Rp129.600.000 – Rp63.000.000 = Rp66.600.000
6. Hitung PPh 21 Terutang Setahun (Menggunakan Tarif Pasal 17 UU PPh):
- Lapisan I (5% x Rp60.000.000): Rp3.000.000
- Lapisan II (15% x (Rp66.600.000 – Rp60.000.000)) = 15% x Rp6.600.000 = Rp990.000
Total PPh 21 Terutang Setahun: Rp3.000.000 + Rp990.000 = Rp3.990.000
7. Hitung Total PPh 21 yang Sudah Dipotong (Januari – November):
- PPh 21 per bulan (Jan-Nov): Rp690.000
Total PPh 21 Januari – November: Rp690.000 x 11 = Rp7.590.000
8. Hitung PPh 21 untuk Desember 2025:
- PPh 21 Terutang Setahun – Total PPh 21 (Jan-Nov) = Rp3.990.000 – Rp7.590.000 = -Rp3.600.000
Karena hasilnya negatif (-Rp3.600.000), maka terjadi lebih bayar.
Artinya, di bulan Desember 2025, tidak ada pemotongan PPh 21 untuk Budi.
Kelebihan bayar sebesar Rp3.600.000 dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya (Januari 2026 dan seterusnya) atau direstitusi (dikembalikan) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Risiko Salah Menghitung PPh 21
1. Sanksi dan denda
Jika jumlah PPh 21 yang dipotong kurang dari seharusnya, perusahaan harus menanggung kekurangan pajak tersebut, termasuk denda keterlambatan dan bunga.
Kesalahan dalam pelaporan atau penghitungan PPh 21 juga mengakibatkan sanksi administratif, seperti denda atau kenaikan pajak yang harus dibayar.
2. Masalah hukum
Kesalahan yang berulang atau disengaja akan menyebabkan masalah hukum bagi perusahaan, seperti kemungkinan pemeriksaan pajak atau audit yang lebih ketat.
Paling buruk, perusahaan dikenakan sanksi pidana, mencakup denda dalam jumlah besar, pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.
3. Kerugian finansial
Risiko lainnya, perusahaan bisa-bisa harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menutupi kekurangan pajak atau membayar denda dan bunga.
Plus, kesalahan dalam penghitungan pajak dapat merusak reputasi perusahaan di mata karyawan dan masyarakat.
4. Ketidaknyamanan bagi karyawan
Kesalahan penghitungan pajak bisa berakibat pemotongan pajak yang lebih besar di periode berikutnya. Dampaknya, karyawan menerima gaji lebih rendah dari yang diharapkan.
Karyawan jadi merasa tidak puas atau tidak percaya bila perusahaan sering melakukan kesalahan dalam penghitungan PPh 21.
Konsultasikan Perhitungan Pajak Anda dengan TDC Digital!
Masih bingung menghitung PPh 21?
Agar tidak salah langkah dan berakibat buruk pada perusahaan, serahkan urusan perpajakan Anda ke konsultan pajak by TDC Digital!
Sebagai konsultan pajak terpercaya, kami sudah membantu berbagai perpajakan pribadi dan bisnis, baik UMKM maupun korporat.
Layanan konsultasi pajak kami didukung oleh profesional di bidang perpajakan dan keuangan. Informasi profil para konsultan tersedia di halaman jasa konsultan pajak TDC.
Kami siap membantu urusan pajak pribadi atau bisnis Anda, mencakup:
- Pembuatan NPWP;
- Permohonan EFIN;
- Pembuatan SPT Tahunan;
- Pengukuhan PKP;
- Konsultasi perpajakan;
- Pembuatan laporan keuangan;
- Jasan Pelaporan SPT Masa PPh dan PPN.
Tunggu apa lagi?
Konsultasi awal GRATIS dengan TDC Digital sekarang juga dan selesaikan masalah perpajakan bisnis Anda!
Email: consulting@tdcdigital.id