Bebas PPN untuk Impor! Pemerintah Tawarkan Fasilitas KITE untuk UMKM

fasilitas kite untuk umkm

Table of Contents

Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan terus berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di kancah global. 

Salah satu langkah strategis yang ditempuh dengan menyediakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil Menengah (KITE IKM). 

Fasilitas KITE IKM memberikan pembebasan bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut bagi IKM yang mengimpor bahan baku, barang contoh, dan mesin untuk diolah, dirakit, atau dipasang yang hasil produksinya ditujukan untuk ekspor. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 110/2019. 

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan fasilitas KITE IKM merupakan salah satu bentuk dukungan nyata pemerintah untuk meningkatkan daya saing UMKM. 

“Ada fasilitas kepabeanan dan cukai yang kita sering sebut kemudahan impor untuk tujuan ekspor. Kalau untuk ekspor butuh bahan baku/penolong, PPN dan PPh impor untuk UMKM tujuan ekspor pun dinolkan,” tegasnya, dikutip dari DDTCNews.

Lebih lanjut, Airlangga menyatakan pemerintah mendorong UMKM untuk berani melakukan impor bahan baku yang diperlukan. Melalui KITE IKM, UMKM yang berorientasi ekspor dapat mengimpor bahan baku dengan lebih mudah dan murah, berkat fasilitas kepabeanan yang diberikan. 

“Ini sangat membantu sehingga UMKM kita bisa bersaing,” tambahnya.

Manfaat KITE IKM

Manfaat utama yang dirasakan oleh para pelaku UMKM dari fasilitas KITE IKM adalah peningkatan arus kas. Hal ini diungkapkan oleh Adi Aris, Direktur Utama PT Sinar Baru Rajawali (PT SBR), salah satu penerima manfaat KITE IKM. 

“Sebelum mendapat fasilitas, setidaknya kami harus mengeluarkan 10 persen untuk PPN Impor. Jadi, begitu kami dapat fasilitas itu otomatis cashflow bertambah. Dengan demikian, kami bisa menaikkan kapasitas produksinya sebab kami bisa membeli bahan baku lebih banyak lagi,” ungkap Adi, seperti dikutip dari Media Keuangan Kemenkeu.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo, menjelaskan selain meningkatkan arus kas, KITE IKM juga bermanfaat untuk menurunkan biaya produksi dan mengembangkan kapasitas produksi serta investasi. 

“Bagi IKM, fasilitas tersebut bermanfaat untuk menurunkan biaya produksi, meningkatkan cash flow yang dapat mengembangkan kapasitas produksi dan investasi, serta meningkatkan daya saing,” jelasnya, dikutip dari Bea Cukai.

Dampak Positif KITE IKM

Secara nasional, dampak positif dari KITE IKM mulai terlihat. Berdasarkan Laporan Dampak Ekonomi tahun 2023, terdapat 120 perusahaan penerima fasilitas KITE IKM yang berkontribusi pada devisa ekspor sebesar USD67,16 juta. 

Meskipun kontribusi tersebut masih 0,03% dari total ekspor nasional manufaktur, rasio ekspor dibanding impor telah mencapai 4,01. 

Fasilitas yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan ini mencapai Rp46,82 miliar, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 18.043 orang. 

Aktivitas ekonomi ini menghasilkan nilai tambah sebesar Rp887,41 miliar dan investasi baru sebesar Rp180,22 miliar.

Di tahun 2024, Bea Cukai mencatat peningkatan jumlah perusahaan yang memanfaatkan fasilitas KITE IKM menjadi 126 perusahaan dengan total kontribusi ekspor sebesar USD 71,10 juta. 

Fasilitas yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan ini mencapai Rp44,26 miliar, yang terdiri dari pembebasan bea masuk sebesar Rp19,71 miliar dan PPN tidak dipungut sebesar Rp24,55 miliar.

Selain KITE IKM, Bea Cukai juga mengoptimalkan program Klinik Ekspor yang bertujuan untuk memberikan asistensi dan pendampingan teknis kepada UMKM agar siap dan mampu menembus pasar ekspor. 

Program ini berfungsi sebagai pusat konsultasi dan pelatihan tentang ekspor dan memberikan panduan praktis mengenai perizinan, koneksi pasar, serta berbagai fasilitas fiskal yang tersedia untuk UMKM.

Hingga tahun 2024, Bea Cukai memiliki 1.364 UMKM binaan. Dari jumlah tersebut, 461 UMKM telah berhasil melakukan ekspor mandiri dan 158 UMKM berhasil ekspor melalui pihak ketiga. Adapun sektor usaha UMKM binaan yang sudah ekspor meliputi sektor kelautan dan perikanan, pertanian dan perkebunan, makanan dan minuman, kerajinan dan furnitur, industri lainnya, hasil garmen, dan industri kosmetik.

“Sebagai instansi yang mengemban tugas dan fungsi sebagai trade and industrial facilitator, Bea Cukai berkomitmen untuk mendukung UMKM dalam meningkatkan daya saing mereka di pasar global. Kami akan terus berupaya membuka jalan bagi UMKM untuk menjadi eksportir yang berkelanjutan,” jelas Budi.

Untuk mendapatkan fasilitas KITE IKM, UMKM harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain memiliki nilai investasi hingga Rp15 miliar atau kekayaan bersih Rp50 juta hingga Rp10 miliar atau hasil penjualan Rp300 juta hingga Rp50 miliar. 

Selain itu, UMKM harus merupakan usaha ekonomi produktif yang melakukan kegiatan olah rakit pasang, memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi untuk minimal selama 2 tahun, bersedia dan mampu mendayagunakan sistem aplikasi (modul) kepabeanan, serta bertanggung jawab dalam hal terjadi penyalahgunaan atas fasilitas yang diberikan.

Pemerintah melalui DJBC terus berupaya untuk menyederhanakan proses pengajuan fasilitas KITE IKM dan memberikan bimbingan serta pelatihan kepada UMKM. 

Adi Aris, sebagai pelaku usaha yang telah merasakan manfaat KITE IKM, mengajak UMKM lainnya untuk memanfaatkan fasilitas ini. 

“Jadi betul-betul, harusnya ini bisa dimanfaatkan oleh temen-temen yang mungkin nanti ke depan siapa tahu punya produk-produk bagus yang sebagian bahan bakunya impor tujuan ekspor. Fasilitas ini bisa dimanfaatkan,” pungkasnya.

Share:

wpChatIcon
wpChatIcon