Meski Ada Aturan Baru, Pemberi Kerja Tetap Wajib Serahkan Bukti Potong PPh 21

Bukti Potong PPh 21

Table of Contents

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan pemberi kerja tetap wajib menyerahkan bukti potong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 kepada pegawainya, meskipun kini pegawai dapat mengunduh bukti potong tersebut secara mandiri melalui DJP Online. 

Hal ini ditegaskan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Dwi Astuti, pada Selasa (21/1/2025) di tengah ramainya perbincangan mengenai aturan perpajakan terbaru.

“Sesuai dengan PER-2/PJ/2024, bukti potong PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atau penerima pensiun berkala (formulir 1721-A1) harus diberikan pemberi kerja kepada penerima penghasilan paling lama satu bulan setelah masa pajak terakhir,” jelas Dwi, seperti dikutip dari DDTC News.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024 yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025 ini mengatur tentang pembuatan bukti potong dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21/26. 

Dalam peraturan tersebut, ditegaskan bahwa pemberi kerja wajib membuat bukti potong PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atau pensiunan yang menerima uang terkait pensiun secara berkala, yang dikenal dengan Formulir 1721-A1.

Meskipun Formulir 1721-A1 kini dapat diunduh melalui fitur Pra-Pelaporan di DJP Online, Dwi menjelaskan penyerahan bukti potong oleh pemberi kerja tetap harus dilakukan.

“Hal ini dilakukan sebagai sarana bagi penerima penghasilan untuk mengawasi pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya yang dilakukan oleh pemberi kerja,” ujarnya.

Bukti potong dari pemberi kerja menjadi dokumen penting bagi pegawai saat menyampaikan SPT Tahunan. 

Dengan bukti potong tersebut, pegawai dapat memastikan bahwa pajak penghasilan mereka telah dipotong dan disetorkan dengan benar oleh pemberi kerja. 

Batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi adalah 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak, atau 31 Maret 2025. 

Keterlambatan penyampaian SPT Tahunan akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000 bagi wajib pajak orang pribadi.

Selain itu, berdasarkan PER 02/2024 Pasal 3 ayat (2), pemotong PPh Pasal 21 berkewajiban untuk membuat bukti potong (bupot) dalam segala kondisi, termasuk jika PPh Pasal 21 dipotong nihil. 

Kewajiban ini tetap berlaku meskipun PPh Pasal 21 nihil karena adanya surat keterangan bebas, dikenakan tarif 0%, jumlah penghasilan tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah, PPh Pasal 21 diberikan fasilitas Pajak Penghasilan, atau jumlah PPh Pasal 26 yang dipotong nihil berdasarkan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda.

Namun, perlu dicatat bahwa pemberi kerja atau pemotong tidak perlu membuat bukti potong jika tidak terdapat pembayaran penghasilan.

Sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) PER 2/2024, terdapat beberapa jenis bukti potong yang harus dibuat oleh pemberi kerja, yaitu: 

  1. Formulir 1721-VI untuk bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak bersifat final/PPh Pasal 26; 
  2. Formulir 1721-VII untuk Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final; 
  3. Formulir 1721-VIII untuk Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Bulanan; dan 
  4. Formulir 1721-A1 yang merupakan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atau penerima pensiunan berkala (masa pajak terakhir).

DJP Online Tetap Digunakan untuk Pelaporan SPT Tahunan 2024

Seiring dengan kewajiban penyerahan bukti potong, DJP juga mengingatkan pelaporan SPT Tahunan 2024 masih menggunakan DJP Online, meskipun coretax administration system sudah diterapkan sejak 1 Januari 2025. 

Wajib pajak yang mengakses portal layanan DJP di https://www.pajak.go.id/portal-layanan-wp/ untuk pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2024 akan diarahkan untuk login ke akun DJP Online di https://djponline.pajak.go.id/account/login.

 

Share:

wpChatIcon
wpChatIcon