DJP Buka Kembali Akses E-Faktur Desktop

e-faktur desktop

Table of Contents

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengambil langkah strategis dengan membuka kembali akses e-Faktur Desktop, mulai Selasa (16/1/2025). 

Keputusan ini diambil sebagai solusi berbagai kendala yang dialami Wajib Pajak dalam pembuatan faktur pajak melalui sistem inti administrasi perpajakan atau Coretax.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Iwan Juniardi, menjelaskan e-Faktur Desktop ini ditujukan khusus bagi Wajib Pajak yang menerbitkan faktur pajak dalam jumlah yang banyak.

 “Iya, (e-Faktur Desktop) sudah bisa (digunakan hari ini). Intinya itu adalah channel tambahan untuk Wajib Pajak yang menerbitkan faktur pajak cukup banyak setiap bulannya,” jelas Iwan melalui pesan singkat kepada Pajak.com pada Selasa (16/1).

Meskipun akses e-Faktur Desktop dibuka kembali, Iwan menegaskan pembuatan faktur pajak melalui Coretax tetap dapat dilakukan oleh Wajib Pajak yang tidak terkendala. 

Namun, yang perlu digaris bawahi adalah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tetap harus dilakukan melalui Coretax. 

“Iya, pelaporan tetap di Coretax,” imbuh Iwan.

Keputusan ini merupakan tindak lanjut dari acara Pengarahan Implementasi e-Faktur yang digelar DJP secara daring pada Senin (15/1). 

Dalam acara tersebut, Kepala Seksi Peraturan PPN Perdagangan II DJP, Gideon Yulianto, juga mengonfirmasi bahwa penggunaan e-Faktur Desktop hanya diperuntukkan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) tertentu. 

“Kami memberikan solusi dengan memberikan saluran tambahan pembuatan faktur pajak, e-Faktur Desktop. Itu nanti akan ditetapkan oleh KEP Dirjen (Keputusan Dirjen Pajak). KEP Dirjen itu akan memuat daftar penetapan kriteria tertentu, juga daftar Wajib Pajak yang dapat menggunakan saluran tambahan ini,” ungkap Gideon.

Kriteria Pengguna e-Faktur Desktop

Secara lebih spesifik, Gideon menyebutkan e-Faktur Desktop hanya untuk PKP yang menerbitkan lebih dari 10.000 faktur pajak dalam satu bulan. 

Hal ini sejalan dengan pernyataan Iwan Juniardi yang menyebutkan opsi penggunaan e-Faktur Desktop melalui e-Nofa ini hanya akan melayani penerbitan faktur pajak bagi wajib pajak tertentu, seperti yang menerbitkan faktur pajak dalam jumlah sangat banyak, lebih dari 10.000 faktur pajak. 

“Sama seperti app desktop yang sebelumnya, pakai e-Nofa,” kata Iwan kepada CNBC Indonesia, Kamis (16/1/2025). 

Penggunaan Coretax tetap diwajibkan bagi wajib pajak yang tidak menerbitkan faktur di bawah angka itu. Sebagai pendukung, layanan e-Nofa masih akan dipertahankan hingga Coretax beroperasi penuh.

Penggunaan e-Faktur Desktop ini, menurut Gideon, bukanlah kewajiban, melainkan pilihan. PKP yang sistem internalnya telah disesuaikan dengan Coretax dan tidak mengalami kendala, tetap dapat menggunakan sistem tersebut. 

“Dalam rangka memberikan kemudahan bagi Bapak/Ibu terkait kendala yang dalam beberapa hari ini dialami, maka kemudian kami memberikan solusi dengan memberikan saluran tambahan pembuatan faktur pajak,” jelas Gideon dalam acara Pengarahan Implementasi e-Faktur (Rabu, 15/01/2025).

Tanggapan Positif dari Kalangan Pengusaha

Langkah DJP ini disambut baik oleh kalangan pengusaha. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sanny Iskandar, menyampaikan catatan khusus terkait permasalahan Coretax yang dinilai kurang siap saat diluncurkan. 

“Jadi saya rasa DJP memulai ini sudah cukup baik, namun persiapan dan sosialisasinya ini harus lebih ditekankan lah,” kata Sanny seusai acara Indonesia Business Council di Jakarta, Senin malam (13/1/2025), seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

“Soalnya sekarang ini banyak yang pada akhirnya pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab mengenai penerbitan fakturnya, segala macam lah. Jadi ini yang menjadi PR kita lah, khususnya dari Kementerian Keuangan,” tegasnya.

Dasar Hukum dan Pokok Pengaturan e-Faktur Desktop

Untuk mengakomodir penggunaan e-Faktur Desktop, DJP akan segera menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER Dirjen). 

“Nanti akan ada Perdirjen dan petunjuk teknis lebih detilnya. Intinya gak beda jauh sama app e-faktur desktop sebelumnya,” tegas Iwan. 

Gideon Yulianto juga menyebutkan bahwa telah disiapkan PER Dirjen sebagai dasar hukum penggunaan e-Faktur Desktop. Peraturan baru ini memuat tujuh poin utama terkait Faktur Pajak:

  1. Pembuatan Faktur: PKP tertentu yang menerbitkan faktur dalam jumlah tertentu harus membuatnya melalui Portal Wajib Pajak.
  2. Kriteria PKP: Dirjen Pajak akan menetapkan kriteria PKP dan jumlah faktur yang dimaksud.
  3. Permintaan NSFP: PKP yang menggunakan e-Faktur Desktop mengajukan NSFP sesuai PER-03/PJ/2022 dan perubahannya.
  4. Sertifikat Elektronik & Akun PKP: Penggunaan sertifikat elektronik dan akun PKP mengacu pada PER-04/PJ/2022.
  5. DPP & PPN: Pencantuman DPP dan PPN di faktur pajak mengacu pada PMK 131/2024 dan memerlukan penyesuaian e-Faktur Desktop.
  6. Kode & NSFP: DJP akan menyesuaikan struktur kode dan NSFP untuk faktur yang dibuat melalui Portal Wajib Pajak.
  7. Pelaporan: Faktur pajak dilaporkan dalam SPT Masa PPN melalui Portal Wajib Pajak.

Biarpun faktur pajak dibuat melalui e-Faktur Desktop, Gideon menegaskan pelaporan SPT Masa PPN tetap dilakukan melalui portal Coretax. 

“Meskipun faktur pajak dibuat melalui e-Faktur Desktop, karena datanya akan dimigrasikan oleh DJP, bapak ibu tetap melaporkan faktur pajak tadi dalam SPT Masa PPN melalui Coretax,” jelas Gideon.

Share:

wpChatIcon
wpChatIcon